Tutur Tinular adalah judul sebuah sandiwara radio yang sangat legendaris
karya S. Tidjab. Kisah ini menceritakan tentang perjalanan hidup dan
pencarian jati diri seorang pendekar yang berjiwa ksatria bernama Arya
Kamandanu akan keagungan Tuhan Yang Maha Esa, suatu kisah dengan latar
belakang sejarah runtuhnya Kerajaan Singhasari dan berdirinya Kerajaan
Majapahit.
google.com, pub-6315503453843967, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Sandiwara radio ini pertama kali mulai disiarkan pada 1 Januari 1989 dan dipancarluaskan lebih dari 512 stasiun radio di seluruh Indonesia, yang tergabung dalam Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia PRSSNI.
google.com, pub-6315503453843967, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Sandiwara radio ini pertama kali mulai disiarkan pada 1 Januari 1989 dan dipancarluaskan lebih dari 512 stasiun radio di seluruh Indonesia, yang tergabung dalam Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia PRSSNI.
Tutur Tinular berkisah tentang seorang pemuda Desa Kurawan bernama Arya Kamandanu, putra Mpu Hanggareksa, seorang ahli pembuat senjata kepercayaan Prabu Kertanagara, raja Kerajaan Singhasari. Pemuda lugu ini kemudian saling jatuh hati dengan seorang gadis kembang desa Manguntur bernama Nari Ratih, putri Rakriyan Wuruh, seorang bekas kepala prajurit Kerajaan Singhasari. Namun hubungan asmara di antara mereka harus kandas karena ulah kakak kandung Kamandanu sendiri yang bernama Arya Dwipangga.
Kepandaian dan kepiawaian Dwipangga dalam olah sastra membuat
Nari Ratih terlena dan mulai melupakan Kamandanu yang polos. Cinta
segitiga itu akhirnya berujung pada peristiwa di Candi Walandit, di mana
mereka berdua (Arya Dwipangga dan Nari Ratih) yang sedang diburu oleh
api gelora asmara saling memadu kasih hingga gadis kembang desa
Manguntur itu hamil di luar nikah.
Kegagalan asmara justru membuat Arya Kamandanu lebih serius
mendalami ilmu bela diri di bawah bimbingan saudara seperguruan ayahnya
yang bernama Mpu Ranubhaya.
Berkat kesabaran sang paman dan bakat yang dimilikinya, Kamandanu
akhirnya menjadi pendekar muda pilih tanding yang selalu menegakkan
kebenaran dilandasi jiwa ksatria.
Kisah Tutur Tinular ini diselingi berbagai peristiwa sejarah, antara lain kedatangan utusan Kaisar Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di negeri Tiongkok, yang meminta Kertanagara sebagai raja di Kerajaan Singhasari menyatakan tunduk dan mengakui kekuasaan bangsa Mongolia. Namun utusan dari Mongolia tersebut malah diusir dan dipermalukan oleh Kertanagara.
Sebelum para utusan kembali ke Mongolia, di sebuah kedai makan terjadilah keributan kecil antara utusan kaisar yang bernama Meng Chi
dengan Mpu Ranubhaya, Mpu Ranubhaya berhasil mempermalukan para utusan
dan mampu menunjukkan kemahirannya dalam membuat pedang, karena
tersinggung dan ketertarikannya terhadap keahlian Mpu Ranubhaya
tersebut, kemudian dengan cara yang curang para utusan tersebut berhasil
menculik Mpu Ranubhaya dan membawanya turut serta berlayar ke Mongolia,
sesampainya di negeri Mongolia di dalam istana Kubilai Khan, Mpu
Ranubhaya menciptakan sebuah pedang pusaka bernama Nagapuspa sebagai
syarat kebebasan atas dirinya yang telah menjadi tawanan. Namun pada
akhirnya pedang Naga Puspa tersebut malah menjadi ajang konflik dan
menjadi rebutan di antara pejabat kerajaan. Akhirnya untuk menyelamatkan
pedang Naga Puspa dari tangan-tangan orang berwatak jahat, Mpu
Ranubhaya mempercayakan Pedang Nagapuspa tersebut kepada pasangan pendekar suami-istri yang menolongnya, bernama Lo Shi Shan dan Mei Shin di mana keduanya kemudian menjadi pelarian, berlayar dan terdampar di Tanah Jawa
dan hidup terlunta-lunta. Sesampainya di Tanah Jawa pasangan suami
istri ini akhirnya bertemu dengan beberapa pendekar jahat anak buah
seorang Patih Kerajaan Gelang-gelang bernama Kebo Mundarang yang ingin menguasai Pedang Naga Puspa hingga dalam suatu pertarungan antara Lo Shi Shan dengan Mpu Tong Bajil
(pimpinan pendekar-pendekar jahat) Lo Shi Shan terkena Ajian Segoro
Geni milik Mpu Tong Bajil, setelah kejadian pertarungan beberapa hari
lamanya Pendekar Lo Shi Shan hidup dalam kesakitan hingga akhirnya
meninggal di dunia disebuah hutan dalam Candi tua, sebelum meninggal
dunia yang kala itu sempat di tolong oleh Arya Kamandanu, Lo Shi Shan
menitipkan Mei Shin kepada Arya Kamanadu
Mei Shin yang sebatang kara kemudian ditolong Arya Kamandanu.
Kebersamaan di antara mereka akhirnya menumbuhkan perasaan saling jatuh
cinta. Namun lagi-lagi Arya Dwipangga merusak hubungan mereka, dengan
cara licik Arya Dwipangga dapat menodai perempuan asal daratan Mongolia
itu sampai akhirnya mengandung bayi perempuan yang nantinya diberi nama
Ayu Wandira. Namun, meski hatinya hancur, Kamandanu tetap berjiwa besar
dan bersedia mengambil perempuan dari Mongolia itu sebagai istrinya.
Saat itu Kerajaan Singhasari telah runtuh akibat pemberontakan Prabu Jayakatwang, bawahan Singhasari yang memimpin Kerajaan Gelang-Gelang. Tokoh ini kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri
yang dahulu kala pernah runtuh akibat serangan pendiri Singhasari.
Dalam kesempatan itu, Arya Dwipangga yang menaruh dendam akhirnya
mengkhianati keluarganya sendiri dengan melaporkan ayahnya selaku
pengikut Kertanagara
kepada pihak Kadiri dengan tuduhan telah melindungi Mei Shin yang waktu
itu menjadi buronan.
Mpu Hanggareksa pun tewas oleh serangan para prajurit Kadiri di bawah
pimpinan Mpu Tong Bajil. Sebaliknya, Dwipangga si anak durhaka jatuh ke
dalam jurang setelah dihajar Kamandanu. Kemudian Kamandanu kembali
berpetualang untuk mencari Mei Shin yang lolos dari maut sambil mengasuh
keponakannya, bernama Panji Ketawang, putra antara Arya Dwipangga
dengan Nari Ratih.
Petualangan Kamandanu akhirnya membawa dirinya menjadi pengikut Raden Wijaya (Nararya Sanggrama Wijaya),
menantu Kertanagara. Tokoh sejarah ini telah mendapat pengampunan dari
Jayakatwang dan diizinkan membangun sebuah desa terpencil di hutan Tarik
bernama Majapahit. Dalam petualangannya itu, Kamandanu juga berteman dengan seorang pendekar wanita bernama Sakawuni, putri seorang perwira Singhasari bernama Banyak Kapuk.
Nasib Mei Shin sendiri kurang bagus. Setelah melahirkan putri Arya Dwipangga yang diberi nama Ayu Wandira,
ia kembali diserang kelompok Mpu Tong Bajil. Beruntung ia tidak
kehilangan nyawa dan mendapatkan pertolongan seorang tabib Tiongkok
bernama Wong Yin.
Di lain pihak, Arya Kamandanu ikut serta dalam pemberontakan
Sanggrama Wijaya demi merebut kembali takhta tanah Jawa dari tangan
Jayakatwang. Pemberontakan ini mendapat dukungan Arya Wiraraja dari Sumenep,
yang berhasil memanfaatkan pasukan Kerajaan Yuan yang dikirim Kubilai
Khan untuk menyerang Kertanagara. Berkat kepandaian diplomasi Wiraraja,
pasukan Mongolia itu menjadi sekutu Sanggrama Wijaya dan berbalik
menyerang Jayakatwang.
Setelah Kerajaan Kadiri runtuh, Sanggrama Wijaya berbalik menyerang dan mengusir pasukan Mongolia
tersebut. Arya Kamandanu juga ikut serta dalam usaha ini. Setelah
pasukan Kerajaan Yuan kembali ke negerinya, Sanggrama Wijaya pun
meresmikan berdirinya Kerajaan Majapahit. Ia bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana.
Kisah Tutur Tinular kembali diwarnai cerita-cerita sejarah, di mana Kamanadanu turut menyaksikan pemberontakan Ranggalawe, Lembu Sora dan Gajah Biru akibat hasutan tokoh licik yang bernama Ramapati.
Di samping itu, kisah petualangan tetap menjadi menu utama, antara lain
dikisahkan bagaimana Kamandanu menumpas musuh bebuyutannya, yaitu Mpu Tong Bajil, serta menghadapi kakak kandungnya sendiri (Arya Dwipangga) yang muncul kembali dengan kesaktian luar biasa, bergelar Pendekar Syair Berdarah.
Kisah Tutur Tinular berakhir dengan meninggalnya
Kertarajasa Jayawardhana, di mana Arya Kamandanu kemudian mengundurkan
diri dari Kerajaan Majapahit dengan membawa putranya yang bernama Jambu Nada, hasil perkawinan kedua dengan Sakawuni yang meninggal setelah melahirkan, dalam perjalanan menuju lereng Gunung Arjuna inilah Arya Kamandanu bertemu dengan Gajah Mada
yang waktu itu menyelamatkan putranya ketika masih berumur 40 hari yang
terjatuh ke jurang karena lepas dari gendongannya akibat
terguncang-guncang diatas kuda. Tutur Tinular kemudian berlanjut dengan sandiwara serupa berjudul Mahkota Mayangkara.
**** SELAMAT MENDENGARKAN****
EPSODE 1.
PELANGI DIATAS KURAWAN
SERI KE- 1 - 6
PELANGI DIATAS KURAWAN
SERI KE- 1 - 6
SERI KE 7 - 12
SERI 13 - 18
SERI 19-24
SERI 25 - 30 . DATANGNYA PASUKAN TAR TAR KE TANAH JAWA
EPSODE 2. KISAH DARI SEBERANG LAUTAN
SERI 31-36
SERI 37-42. Persiapan Kerajaan Kediri menyerangSinghasari. Jayakatwang dipengaruhi Aryawiraraja
Seri ke 40. Persiapan Kerajaan Kediri menyerangSinghasari. Jayakatwang dipengaruhi Aryawiraraja
SERI 43 - 48. PASUKAN SINGHASARI DIKEPUNG PASUKAN GELANG GELANG
SERI 49 - 54
SERI 55 - 60
S. Tidjab (lahir di Surakarta, 14 Mei 1946 – meninggal di Depok, 1 Maret 2019 pada umur 72 tahun) adalah seorang penulis sandiwara radio, cerita, dan skenario film maupun sinetron asal Indonesia. Ia dikenal sebagai penulis sandiwara radio, seperti Tutur Tinular, Mahkota Mayangkara, Kaca Benggala, dan Kidung Keramat
yang populer pada tahun 1980-an. Dialog-dialog sandiwara radio yang ia
tulis disebut benar-benar hidup sehingga bisa membawa pendengarnya masuk
ke dalam latar belakang cerita zaman sandiwara radio tersebut
S. Tidjab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar