Siapa netizen yang tidak tahu Dagelan Cak Percil, mulai dari anak kecil sampai orang tua banyak yang mulai mengenal naanya di dunia hiburan 'bergenre' Ketoprak dagelan dan Wayang.
Kemarin malam Dagelan Muda ini tampil dilapangan pagas Singosari. Anak-ana hingga orang tua terlihat sangat terhibur dengan banyolan-banyolan yang dibawakan grup Cak Percil. Mereka bahkan rela menunggu lama sambil duduk dilapangan depan panggung dan bahkan ketika pulang mereka banyak yang masih setia menonton hingga menit-menit akhir. termasuk kami.
Aksi panggung yang ditampilkan mulai dari awal acara juga terkesan spektakuler dengan berhiaskan lampu panggung yang tidak kalah meriah dibanndingkan aksi panggung para artis dari ibu kota.
Tutur Tinular berasal dari bahasa Jawa yang berarti "nasihat atau petuah
yang disebarluaskan". Tutur Tinular adalah judul sebuah sandiwara radio
yang sangat legendaris karya S. Tidjab.
Tutur Tinular adalah judul sebuah sandiwara radio yang sangat legendaris
karya S. Tidjab. Kisah ini menceritakan tentang perjalanan hidup dan
pencarian jati diri seorang pendekar yang berjiwa ksatria bernama Arya
Kamandanu akan keagungan Tuhan Yang Maha Esa, suatu kisah dengan latar
belakang sejarah runtuhnya Kerajaan Singhasari dan berdirinya Kerajaan
Majapahit.
google.com, pub-6315503453843967, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Sandiwara radio ini pertama kali mulai disiarkan pada 1 Januari 1989 dan
dipancarluaskan lebih dari 512 stasiun radio di seluruh Indonesia, yang
tergabung dalam Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia
PRSSNI.
Tutur Tinular berkisah tentang seorang pemuda Desa Kurawan bernama Arya Kamandanu, putra Mpu Hanggareksa, seorang ahli pembuat senjata kepercayaan Prabu Kertanagara, raja Kerajaan Singhasari. Pemuda lugu ini kemudian saling jatuh hati dengan seorang gadis kembang desa Manguntur bernama Nari Ratih, putri Rakriyan Wuruh, seorang bekas kepala prajurit Kerajaan Singhasari. Namun hubungan asmara di antara mereka harus kandas karena ulah kakak kandung Kamandanu sendiri yang bernama Arya Dwipangga.
Kepandaian dan kepiawaian Dwipangga dalam olah sastra membuat
Nari Ratih terlena dan mulai melupakan Kamandanu yang polos. Cinta
segitiga itu akhirnya berujung pada peristiwa di Candi Walandit, di mana
mereka berdua (Arya Dwipangga dan Nari Ratih) yang sedang diburu oleh
api gelora asmara saling memadu kasih hingga gadis kembang desa
Manguntur itu hamil di luar nikah.
Kegagalan asmara justru membuat Arya Kamandanu lebih serius
mendalami ilmu bela diri di bawah bimbingan saudara seperguruan ayahnya
yang bernama Mpu Ranubhaya.
Berkat kesabaran sang paman dan bakat yang dimilikinya, Kamandanu
akhirnya menjadi pendekar muda pilih tanding yang selalu menegakkan
kebenaran dilandasi jiwa ksatria.
Kisah Tutur Tinular ini diselingi berbagai peristiwa sejarah, antara lain kedatangan utusan Kaisar Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di negeri Tiongkok, yang meminta Kertanagara sebagai raja di Kerajaan Singhasari menyatakan tunduk dan mengakui kekuasaan bangsa Mongolia. Namun utusan dari Mongolia tersebut malah diusir dan dipermalukan oleh Kertanagara.
Sebelum para utusan kembali ke Mongolia, di sebuah kedai makan terjadilah keributan kecil antara utusan kaisar yang bernama Meng Chi
dengan Mpu Ranubhaya, Mpu Ranubhaya berhasil mempermalukan para utusan
dan mampu menunjukkan kemahirannya dalam membuat pedang, karena
tersinggung dan ketertarikannya terhadap keahlian Mpu Ranubhaya
tersebut, kemudian dengan cara yang curang para utusan tersebut berhasil
menculik Mpu Ranubhaya dan membawanya turut serta berlayar ke Mongolia,
sesampainya di negeri Mongolia di dalam istana Kubilai Khan, Mpu
Ranubhaya menciptakan sebuah pedang pusaka bernama Nagapuspa sebagai
syarat kebebasan atas dirinya yang telah menjadi tawanan. Namun pada
akhirnya pedang Naga Puspa tersebut malah menjadi ajang konflik dan
menjadi rebutan di antara pejabat kerajaan. Akhirnya untuk menyelamatkan
pedang Naga Puspa dari tangan-tangan orang berwatak jahat, Mpu
Ranubhaya mempercayakan Pedang Nagapuspa tersebut kepada pasangan pendekar suami-istri yang menolongnya, bernama Lo Shi Shan dan Mei Shin di mana keduanya kemudian menjadi pelarian, berlayar dan terdampar di Tanah Jawa
dan hidup terlunta-lunta. Sesampainya di Tanah Jawa pasangan suami
istri ini akhirnya bertemu dengan beberapa pendekar jahat anak buah
seorang Patih Kerajaan Gelang-gelang bernama Kebo Mundarang yang ingin menguasai Pedang Naga Puspa hingga dalam suatu pertarungan antara Lo Shi Shan dengan Mpu Tong Bajil
(pimpinan pendekar-pendekar jahat) Lo Shi Shan terkena Ajian Segoro
Geni milik Mpu Tong Bajil, setelah kejadian pertarungan beberapa hari
lamanya Pendekar Lo Shi Shan hidup dalam kesakitan hingga akhirnya
meninggal di dunia disebuah hutan dalam Candi tua, sebelum meninggal
dunia yang kala itu sempat di tolong oleh Arya Kamandanu, Lo Shi Shan
menitipkan Mei Shin kepada Arya Kamanadu
Mei Shin yang sebatang kara kemudian ditolong Arya Kamandanu.
Kebersamaan di antara mereka akhirnya menumbuhkan perasaan saling jatuh
cinta. Namun lagi-lagi Arya Dwipangga merusak hubungan mereka, dengan
cara licik Arya Dwipangga dapat menodai perempuan asal daratan Mongolia
itu sampai akhirnya mengandung bayi perempuan yang nantinya diberi nama
Ayu Wandira. Namun, meski hatinya hancur, Kamandanu tetap berjiwa besar
dan bersedia mengambil perempuan dari Mongolia itu sebagai istrinya.
Saat itu Kerajaan Singhasari telah runtuh akibat pemberontakan Prabu Jayakatwang, bawahan Singhasari yang memimpin Kerajaan Gelang-Gelang. Tokoh ini kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri
yang dahulu kala pernah runtuh akibat serangan pendiri Singhasari.
Dalam kesempatan itu, Arya Dwipangga yang menaruh dendam akhirnya
mengkhianati keluarganya sendiri dengan melaporkan ayahnya selaku
pengikut Kertanagara
kepada pihak Kadiri dengan tuduhan telah melindungi Mei Shin yang waktu
itu menjadi buronan.
Mpu Hanggareksa pun tewas oleh serangan para prajurit Kadiri di bawah
pimpinan Mpu Tong Bajil. Sebaliknya, Dwipangga si anak durhaka jatuh ke
dalam jurang setelah dihajar Kamandanu. Kemudian Kamandanu kembali
berpetualang untuk mencari Mei Shin yang lolos dari maut sambil mengasuh
keponakannya, bernama Panji Ketawang, putra antara Arya Dwipangga
dengan Nari Ratih.
Petualangan Kamandanu akhirnya membawa dirinya menjadi pengikut Raden Wijaya (Nararya Sanggrama Wijaya),
menantu Kertanagara. Tokoh sejarah ini telah mendapat pengampunan dari
Jayakatwang dan diizinkan membangun sebuah desa terpencil di hutan Tarik
bernama Majapahit. Dalam petualangannya itu, Kamandanu juga berteman dengan seorang pendekar wanita bernama Sakawuni, putri seorang perwira Singhasari bernama Banyak Kapuk.
Nasib Mei Shin sendiri kurang bagus. Setelah melahirkan putri Arya Dwipangga yang diberi nama Ayu Wandira,
ia kembali diserang kelompok Mpu Tong Bajil. Beruntung ia tidak
kehilangan nyawa dan mendapatkan pertolongan seorang tabib Tiongkok
bernama Wong Yin.
Di lain pihak, Arya Kamandanu ikut serta dalam pemberontakan
Sanggrama Wijaya demi merebut kembali takhta tanah Jawa dari tangan
Jayakatwang. Pemberontakan ini mendapat dukungan Arya Wiraraja dari Sumenep,
yang berhasil memanfaatkan pasukan Kerajaan Yuan yang dikirim Kubilai
Khan untuk menyerang Kertanagara. Berkat kepandaian diplomasi Wiraraja,
pasukan Mongolia itu menjadi sekutu Sanggrama Wijaya dan berbalik
menyerang Jayakatwang.
Setelah Kerajaan Kadiri runtuh, Sanggrama Wijaya berbalik menyerang dan mengusir pasukan Mongolia
tersebut. Arya Kamandanu juga ikut serta dalam usaha ini. Setelah
pasukan Kerajaan Yuan kembali ke negerinya, Sanggrama Wijaya pun
meresmikan berdirinya Kerajaan Majapahit. Ia bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana.
Kisah Tutur Tinular kembali diwarnai cerita-cerita sejarah, di mana Kamanadanu turut menyaksikan pemberontakan Ranggalawe, Lembu Sora dan Gajah Biru akibat hasutan tokoh licik yang bernama Ramapati.
Di samping itu, kisah petualangan tetap menjadi menu utama, antara lain
dikisahkan bagaimana Kamandanu menumpas musuh bebuyutannya, yaitu Mpu Tong Bajil, serta menghadapi kakak kandungnya sendiri (Arya Dwipangga) yang muncul kembali dengan kesaktian luar biasa, bergelar Pendekar Syair Berdarah.
Kisah Tutur Tinular berakhir dengan meninggalnya
Kertarajasa Jayawardhana, di mana Arya Kamandanu kemudian mengundurkan
diri dari Kerajaan Majapahit dengan membawa putranya yang bernama Jambu Nada, hasil perkawinan kedua dengan Sakawuni yang meninggal setelah melahirkan, dalam perjalanan menuju lereng Gunung Arjuna inilah Arya Kamandanu bertemu dengan Gajah Mada
yang waktu itu menyelamatkan putranya ketika masih berumur 40 hari yang
terjatuh ke jurang karena lepas dari gendongannya akibat
terguncang-guncang diatas kuda. Tutur Tinular kemudian berlanjut dengan sandiwara serupa berjudul Mahkota Mayangkara.
**** SELAMAT MENDENGARKAN****
EPSODE 1. PELANGI DIATAS KURAWAN
SERI KE- 1 - 6
SERI KE 7 - 12
SERI 13 - 18
SERI 19-24
SERI 25 - 30 . DATANGNYA PASUKAN TAR TAR KE TANAH JAWA
EPSODE 2. KISAH DARI SEBERANG LAUTAN SERI 31-36
SERI 37-42. Persiapan Kerajaan Kediri menyerangSinghasari. Jayakatwang dipengaruhi Aryawiraraja
Seri ke 40. Persiapan Kerajaan Kediri menyerangSinghasari. Jayakatwang dipengaruhi Aryawiraraja
SERI 43 - 48. PASUKAN SINGHASARI DIKEPUNG PASUKAN GELANG GELANG
SERI 49 - 54
SERI 55 - 60
S. Tidjab (lahir di Surakarta, 14 Mei 1946 – meninggal di Depok, 1 Maret 2019 pada umur 72 tahun) adalah seorang penulis sandiwara radio, cerita, dan skenario film maupun sinetron asal Indonesia. Ia dikenal sebagai penulis sandiwara radio, seperti Tutur Tinular, Mahkota Mayangkara, Kaca Benggala, dan Kidung Keramat
yang populer pada tahun 1980-an. Dialog-dialog sandiwara radio yang ia
tulis disebut benar-benar hidup sehingga bisa membawa pendengarnya masuk
ke dalam latar belakang cerita zaman sandiwara radio tersebut
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Singosari, yang direncanakan oleh
pemerintah Kabupaten Malang masih belum bisa dilakukan pembangunannya
dan masih harus bersabar menunggu. Walaupun berbagai tahapan telah
dilalui oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, akan tetapi
pengembang KEK Singosari belum bisa melaksanakan rencana pembangunan
tahap I karena masih terkendala administrasi berupa tanda tangan dari
kementrian masih ada yang belum, yakni dari kementrian perindustrian.
Tanda tangan menteri perindustrian sebagai bagian dari salah satu
rekomendasi yang wajib ada dalam melaksanakan pembangunan KEK Singosari.
Tomie Herawanto, kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kabupaten Malang membenarkan hal tersebut, dia mengatakan
bahwa seluruh proses telah dilalui dalam rencana pembangunan KEK
Singosari tahap I.
"Naskah akademik untuk PP (peraturan pemerintah) sudah di meja presiden.
Tapi belum bisa diproses karena ada rekomendasi yang belum keluar.
Yakni, terkait rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Pak Menteri
belum tanda tangan," ujarnya, Senin 15/07/2019
Tomie mengatakan, bahwa dalam mewujudkan pembangunan KEK, terdapat 15
kementerian yang terlibat dalam penyusunan PP. Seluruh kementerian itu
wajib memberikan rekomendasi terkait rencana KEK.
"Tanpa adanya satu rekomendasi, KEK masih belum bisa dibangun. Ini pula yang terjadi di kita," ujarnya.
Tomie menyampaikan, dari hasil koordinasi yang dilakukan oleh Pemkab
Malang, ternyata ada persyaratan administratif yang belum dipenuhi.
Persyaratan tersebut salah satunya adalah terkait regulasi yang belum
ada. Yakni, regulasi mengenai industri kreatif yang ternyata meleset
dari perencanaan terdahulu.
Tomie menyampaikan, KEK Singosari mengusung tiga sektor nantinya, yaitu
pariwisata, technopark dan industri kreatif, ternyata membutuhkan
seluruh regulasi yang ada sebagai bagian dalam penyusunan PP KEK
Singosari.
"Tadinya kami berharap penyusunan regulasi untuk industri kreatif bisa
dilakukan bersamaan dengan penyusunan PP. Tapi ternyata tidak bisa.
Sehingga regulasi untuk industri kreatif yang belum terpenuhi,"
pungkasnya. (*)
Setelah tuntasnya Pemilihan Presiden dan Legeslatif di Kabupaten Malang, bulan ini Masyarakat desa di Kabupaten Malang disibukkan kembali dengan persiapan Pemilihan kepala Desa , termasuk yang akan dilangsungkan di beberapa desa dii wilayah Kecamatan Singosari.
Berikut daftar desa yang akan melaksanakan Pilkades serempak beserta nama para bakal calon kep[ala Desa Sekecamatan Singosari yang sudah memenuhi persyaratan administrasi, antara lain :
DESA WONOREJO
1. Poniman
2. Yunus Fauzan 3. Tasrip 4. Nuryadi 5. Samsul Hadi
DESA DENGKOL
1. Supriyadi
2. Agus Afandi
3. Sutrisno
4. Nurudin
5. Khoiron
6. Syamsul Arifin
7. Kasto
DESA BATURETNO
1. Mofit, SE
2. Solehan
3. Sugiantoro
DESA BANJARARUM
1. Supriadi
2. Risma Yanti
3. Kasiadi
4. Za’fari
5. Muhammad Ainul Yaqin
DESA TUNJUNGTIRTO
1. Musrofin
2. Ekowati Sadnawa S
3. Hanik Dwi Martya P
4. Muhammad Fajar
DESA LANGLANG
1. Novi Dwi Jayanti
2. Eko Maulana Fadli
3. Yulianto
4. Anton Dwi Cahyono
DESA GUNUNGREJO
1. Rohmad
2. Suryono
3. Zurohmi
4. Muhammad
5. Samsul Hadi
6. Sampiono
DESA TOYOMARTO
1. Moh. Nari
2. Tekad Ansori
3. Mufidz
4. Sumito, SH
. DESA RANDUAGUNG
1. Ahmad Muhajir
2. Supriono, SPD
3. Ahmad Mujiono
4. Hendro Setya Adji
5. M Fauziatul Ulum
6. Agustino
7. Agus Salim Yudianto
8. Subadi
9. Rohmat Dwi Sampurno
10. Sulaiman Hadi
Pilkades tersebut telah dilaksanakan serempak setelah Hari Raya Idul Fitri bersama sama Desa lain se Kabupaten Malang
Berikut Rekaman suasana PILKADES di :
Gunungrejo,Langlang,Tunjungtirto,Banjararum,Watugede,Tamanharjo,Wonorejo,Dengkol,Baturetno,Randuagung
dan Toyomarto . Sopoae sing dadi Kades,Semoga Amanah dan bisa
menjadikan desanya lebih baik sesuai yang di cita-citakan bersama.
Jika membandingkan politik kancah nasional dengan pedesaan jelas
sangatlah berbeda. Tentu bagi saya lebih menarik politik pedesaan.
Mengapa demikian? Karena jumlah lingkup pemilih yang kecil membuat
politik pedesaan sangat berasa secara langsung bagi masyarakat. Oleh
sebab itu tentang obrolan-obrolan di tongkrongan dengan tetangga pun
harus berhati-hati. Jangan sampai menyakiti dan menyinggung calon kepala
desa pilihan hati tetangga.
Bagi dan menurut saya, dunia
perpolitikan kelas pedesaan merupakan kontestasi politik yang
sesungguhnya. Sebab, antara calon dan pemilih bersentuhan secara
langsung. Bahkan tidak-tanduk calon itupun sudah dikenali oleh pemilih
(masyarakat) dengan baik. Bisa dikatakan bahwa demokrasi sebetulnya ada
di desa. Aroma pemilu pun sangat terasa jika Pilkades akan berlangsung.
Orang-orang
berlomba menjadi suksesor calon tersebut. Tentunya karna sudah
membudaya, antara simpati politik, uang bahkan ikatan sodara. Tetapi
tidak jarang banyak orang desa memlih karena uang, di samping kecintaan
pada calon itu sendiri.
Tetapi di balik uang yang lumrah dalam
politik desa. Ada sajian yang berbeda dari politik desa, yaitu kesediaan
masyarakat untuk bertamu kepada setiap calon. Sebab di desa masih
terjaga tradisi, calon kades membuka rumahnya setiap malam menjelang
Pilkades. Tradisi seperti ini merupakan tradisi turun-temurun yang masih
berlangsung sebagai budaya politik pedesaan. Tidak peduli dengan suka
atau tidak sukanya kepada calon tersebut. Mayoritas masyarakat seperti
bebas tidak terbebani pilihan politiknya terhadap salah satu calon
tersebut.
Dan uniknya masyarakat membawa lawuh medang-nya sendiri untuk bawaan mereka bertamu ke rumah calon kepala desa. Lawuh medang
adalah kumpulan berbagai jenis sembako yang biasa digunakan sebagai
sajian layaknya jamuan bertamu. Sembako tersebut biasanya terdiri dari
gula, teh dan cemilan-cemilan khas desa seperti kripik tempe, klanting
dan sebagainya. Pemandangan seperti inilah yang mencairkan suasana dan
sulit ditebaknya calon mana yang akan menang dalam pengumutan suara
nanti.
Tidak jarang bumbu-bumbu yang disajikan pun berbeda jauh
dengan kancah perpolitikan nasional. Politik pedesaan menurut saya
menarik karna dominan pada faktor mistiknya. Sebab di desa tidak ada tim
sukses yang akan berbicara program-program layaknya kontestasi politik
nasional. Apalagi dengan survei-survei ekstabilitas dari calon-calonnya,
sudah dipastikan belum pernah ada dari mimbar politik desa. Mungkin
suatu saat jika zaman telah maju, perpolitikan desa pun akan ada
ekstabilitas untuk urusan-urusan ini.
Tetapi jika ada survei, siapa yang akan memenangi Pilkades, biasanya dilakukan para gento dari dalam atau luar desa sendiri. Kelas gento adalah mereka para penjudi yang memanfaatkan momentum pemilihan kepala desa sebagai ajang penjudian yang sangat menarik.
Mengapa
menarik? Karna bahan perjudian mereka adalah statistika yang bahannya
dari perkiraan survei jumlah pemilih informasi agen-agen rahasia para gento itu sendiri. Bahkan perjudian bisa menyentuh puluhan bahkan jika para gento berani bisa ratusan juta
sangat sulit bahkan tidak ada argumentasi logis, tentang isu yang
besar dan diperdebatakan. Hanya saja di ruang-ruang tongkrongan kampung
obrolan hanya berkutat argumentasi mistis yang sama sekali jauh dari
rasional. Memang wajar karna berpolitik dalam desa tidaklah perlu
terlalu berpikir ide, ekonomi dan tetek bengeknya seperti berpolitik
skala nasional tertera dalam debat pilpres.
Oleh sebab itu
pendekatan mistis sangat terasa jika akan diadakan Pilkades. Karna
pemilih desa bukanlah pemilih yang cenderung berpikir. Bukan tidak ada
yang berpikir tetapi hanya beberapa dari keseluruhan.
Pemilih desa
dominan suka pada calon, terkadang ada pula dominan tanda-tanda
hitung-hitungan mistik sebagai dasar dia memilih. Berbeda dengan
nasional yang hanya berkutat pada penggiringan opini di media-media
besar untuk menarik simpati pemilih.
Inilah yang membuat Pilkades
lebih menarik dari Pilpres. Tidak ada ukuran ekstabilitas calon, tidak
ada kekutan modal, karna semua calon sudah dipastikan bermodal. Menurut
saya, politik desa adalah politik uang tetapi uang tidak menjajikan
kemenangan calon kades itu sendiri. Rata-rata setiap keluarga menerima
uang dari semua calon.
Tarik ulur waktu pelaksanaan pilihan kepala desa (pilkades) tahun
2019, akhirnya tersepakati. Pilkades tahun 2019 ini digelar tanggal
30 Juni, maju dari yang direncanakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Malang yaitu bulan Oktober.
Ketetapan pelaksanaan pilkades di 267
desa tersebut, disampaikan secara langsung oleh Didik Budi Muljono
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malang, Jum’at (08/02/2019) seusai
rapat koordinasi persiapan pilkades serentak.
“Atas berbagai
pertimbangan, kita sepakati untuk pelaksanaan pilkades serentak tahun
ini akan digelar tanggal 30 Juni 2019. Tanggal pilkades serentak itu
bertepatan dengan hari libur sekaligus pilpres juga telah usai,” kata
Didik.
Salah satu pertimbangan diajukannya waktu pilkades serentak
tersebut adalah terkait pengamanan yang akan melibatkan personel
kepolisian dan TNI. Selain evaluasi dari pilkades sebelumnya. Dimana,
menurut Didik bahwa waktu yang ditentukan tersebut telah cukup longgar
bagi pihak kepolisian dan TNI dalam melakukan pengamanan.
“Sedangkan
mengenai evaluasi pilkades tahun lalu adalah mengenai banyaknya protes
terkait hasilnya. Tapi semua bisa diselesaikan,” ujar Didik yang optimis
pelaksanaan Pilkades Serentak 2019 di Kabupaten Malang bisa berjalan
lancar, aman dan terkendali.
Finalisasi jadwal pilkades serentak
tersebut, sebenarnya telah mencuat dari DPRD Kabupaten Malang yang
meminta pelaksanaannya dilakukan di bulan Juli 2019. Pengajuan jadwal
tersebut didasarkan pertimbangan masa jabatan penjabat sementara yang
tidak akan terlalu lama apabila dilakukan di bulan Oktober 2019 seperti
yang pertama kali disampaikan.
“Kita sarankan Juli waktu itu. Tapi
dengan ditetapkannya di bulan Juni datang, saya pikir itu lebih baik,”
ucap Didik Gatot Subroto politisi dari PDI Perjuangan ini.
Alasan
lain pihak DPRD Kabupaten Malang saat itu, apabila dilakukan di Oktober
2019 adalah mengenai kesibukan anggota dewan di bulan tersebut. Dimana,
biasanya di akhir tahun anggota DPRD sedang direpotkan dengan
penyelesaian berbagai program legislasi daerah (prolegda).
“Hal
ini tentunya akan membuat dewan fokus dalam proses tersebut. Bulan Juli
yang kita sarankan, dengan alasan belum ada kegiatan signifikan di
parlemen,” ujarnya.
Sedangkan di bulan Agustus merupakan fase
pelantikan anggota DPRD periode 2019-2024. Biasanya dilanjut dengan
penyusunan tata tertib dan kode etik. “Artinya kita tidak bisa melakukan
aktivitas apa-apa di luar itu,” pungkas Didik.