Disela sela jaga malam dalam suasana COVID 19 , mendengar cerita dari Pak De Agus pencak cukup banyak menambah wawasan mengenai budaya dan sejarah Singosari, mulai dari asal mula tradisi Topeng di jaman Singhasari klasik , Keikut sertakan beliau dlm kesenian Bantengan yg dipentaskan hingga ke Melbourne, Australia, hingga pentingnya meng explore alam sekitar untuk dipakai sebagai bahan atraksi pertunjukan" budaya menjadi cukup menarik malam ini.
Sayang beliau tidak bisa membukukan pengalaman dan wawasannya sendiri karena terlalu sibuk dengan proses keseharian sebagai orang lelaku.
Dan menjadi kisah yg menyedihkan ketika ada 'fase' saat beliau harus dipecat sebagai guru karena tidak mau mencoblos partai tertentu di era orde baru. Bahkan pangkatnya turun, Ijazah sarjana pendidikan yg diraihnya dari IKIP kini seperti tidak laku lagi. dari guru sejarah dan kesenian menjadi penjaga sekolah di SMP Negeri di Singosari dan Satpam peternakan ayam di lereng gunung Arjuno yang dingin dan terpencil dari keramaian Kota Singosari yang selalu dibanggakannya sampai diluar sana...
Pengalamannya Sebagai seorang kader organisasi Islam, bahkan pernah dikirim ke Sampit pada peristiwa permasalahan antar suku.... stop,cerita yang ini kayaknya nggak lolos sensor untuk di publikasi.
Beliau ini pelaku sejarah dan budaya yang masuk dalam kategori live Legend menurut saya,
Masuk menjadi mahasiswa di tahun 1972 , menjadi guru SMP, di jatuhkan, bangkit , survive menjadi Satpam, aktif dalam organisasi , menjalani hidup sebagai orang lelaku budaya dan spiritual, sepertinya sudah layaklah kalo perjalanan" untuk di arsipkan dalam sejarah lokal dan menjadi bahan yang menarik untuk dipelajari oleh generasi selanjutnya.
Saya bahkan baru tahu kalau beliau pernah satu panggung dengan ayah saya dalam suatu pentas seni .
wow, What an amazing story' We've just heard ....
Satu pesan yg akan saya ingat, "Hilangkan dulu rasa sakit hati dan mudah tersinggung kalau mau belajar dan bertahan di budaya"..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar