Senin, 19 Maret 2018

Kapolsek Singosari Dan Tokoh Agama Deklarasi Anti Hoax





Kapolsek Singosari sedang memberi penyampaian ke jama'ah majlis ta'lim

Singosari, Media Suara Nasional-Jajaran Kepolisian Sektor Singosari melaksanakan kegiatan penggalangan dukungan masyarakat dalam bentuk Deklarasi Anti Hoax dan Penyebaran Kebencian guna menciptakan Singosari yang aman dan damai.
"Deklarasi ini sekaligus dukungan terhadap Polri dalam penegakan hukum terhadap pelaku penyebar hoax. Deklarasi ini dilaksanakan di rumah Bapak Budi Rt.03 Rw. 06 Kel.Pagentan Kec. Singosari. Setelah usai pengajian majlis ta'lim Wonojati. Kamis, 15 Maret 2018 pkl. 19.45 Wib s.d 21.30 Wib
Selain itu, menurutnya hal ini merupakan aksi nyata kepedulian masyarakat atas banyaknya berita hoax yang belakangan dinilai meresahkan banyak pihak.Sehingga menginformasikan kepada masyarakat mengenai penggunaan media sosial secara positif.



"Tujuan dan harapan masyarakat paham dan mengerti serta tidak menjadi korban hoax dan pelaku penyebar hoax. Deklarasi ini telah dibacakan di hadapan para jama'ah majlis ta'lim dan para kyai

Kapolsek Singosari Kompol. Untung Bagyo Riyanto SH memaparkan bahwa beberapa poin yang dibacakan pada Deklarasi Anti Hoax dan Penyebaran Kebencian di antaranya sebagai berikut.
1. Kami mendukung Polri terhadap penangkapan pelaku hoax dari kelompok yang dapat memecah belah Persatuan dan Kesatuan bangsa.
2. Agar Polri mengusut tuntas terhadap aktor pelaku HOAX maupun yang lainnya agar Indonesia terselamatkan dari pertikaian horizontal karena munculnya adu domba penyebaran kebencian terhadap etnis maupun agama tertentu.
3. Kami menghimbau kepada seluruh masyarakat kabupaten Sintang baik yang muslim maupun non muslim agar tidak mudah terprovokasi oleh isu isu hoax dan tidak mudah men-share berita hoax kepada orang lain.
4. Perjuangan para Kyai,  ulama untuk memerdekakan NKRI tidak mudah jangan sampai di pecah belah apalagi dengan adanya berita bohong ( HOAX)
5.  Peredaran gelap Narkoba gantinya penjajah Bangsa dan Negara  Indonesia harus Kita lawan Bersama sama dan perangi Peredaran Narkoba , Kita harus selamatkan , anak anak karena mereka pewaris dan  penerus  bangsa kita ini .
6. Menyampaikan masalah tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dimohon Tetap Bersatu , tidak ada saling bersinggungan walaupun kita beda dalam memilih tetap kita jaga Persatuan dan Kesatuan sertatempat tempat Ibadah tidak boleh untuk ajang kampanye.(IL)

Sumber :Media Suara Nasional

Jumat, 16 Maret 2018

Polsek Singosari Amankan Hari Raya Nyepi

Rahina Nyepi dumogi prasida kaanggen jalaran ngeret indria (Hari Nyepi semoga dapat dijadikan sarana menahan hawa nafsu)

     Dalam rangka terciptanya arus lalu lintas yang kondusif dan menghindari kemacetan jumat, 16 Maret 2018 sekitar pkl 09.00 s/d 11.15 wib personil Polsek Singosari melaksanakan pengamanan upacara Sembayang MECARU di candi Kendedes Jl. Tumapel kel.Candirenggo kec.Singosari oleh umat hindu di Kec. Singosari dan Kec. Lawang dan berkumpul di Candi Kendedes Singosari. Perayaan Hari Raya Nyepi Th Baru Saka 1940 kali ini mengusung Thema " MELALUI CATUR BRATA PENYEPIAN KITA TINGKATKAN SOLIDARITAS SEBAGAI PEREKAT KEBERAGAMAN DALAM MENJAGA KEUTUHAN NKRI " Bahwa Upacara Mecaru ini dilaksanakan serentak oleh umat Hindu yg dikandung maksud untuk memperbaiki diri untuk lebih baik dari pada tahun sebelumnya.
           Dalam acara perayaan Nyepi dihadiri oleh sekitar 150 orang lebih antara lain NYOMAN ( Penanggung jawab), GUPTA ( pendeta / pemimpin Ibadah), Sekcam Singosari ( AGUS NURAJI , S.Sos, MAP), Kapolsek Singosari ( Kompol UNTUNG BR), Danramil Singosari (Kapten Arm.ABDUL KODIR), Lurah Candirenggo ( Ibu MARIYATI), Ketua PHDI Singosari ( BAGUS SUKARNO), Forum Beda Tapi Mesra. Menurut Danramil Singosari Kapten Arm.Adul Kodir dalam sambutanya mengucapkan Selamat Merayakan Hari Raya Nyepi Th Baru Saka 1940 kepada umat Hindu yang hadir dan semoga bisa memaknai Hari Raya Nyepi dengan tetap menjalin rasa Persatuan dan Kesatuan NKRI.



https://www.facebook.com/nthe.bas/videos/10208893176446849/
Hendaknya umat Hindu harapnya yang ada di Singosari ini bisa bersatu serta menjalin kerjasama dengan umat lainnya guna terjalin rasa persatuan demi utuhnya NKRI.

        Harapnya Bagus Setiyase Perwakilan umat Hindu mengucapkan banyak terima kasih kepada Muspika dan Forum Beda Tapi Mesra dan Lurah Candirenggo, serta instansi Purbakala yang telah mengijinkan melaksanakan upacara di Candi Singosari dan telah hadir di acara Upacara Mecaru ini.ujarnya Kapolsek Singosari Kompol.
  Untung Bagyo Riyanto.SH Kapolsek Singosari.

    Kompol Untung Bagyo Riyanto.SH Menuturkan bahwa Pengamanan dalam setiap kegiatan keagamaan ini merupakan agenda rutin yang kita lakukan, karena polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat," kata Kapolsek.
 Untuk itu lanjutnya Karena kegiatan tersebut menggunakan jalan umum sehingga Anggota Polsek Singosari melaksanakan Pengamanan dan juga Pengaturan Arus lalu lintas agar tidak menimbulkan kemacetan, dan menghimbau pengguna jalan agar memperlambat laju kendaraannya dan berhati-hati. Sehingga dapat berjalan aman dan lancar. Cetus (IL)MSN

Minggu, 11 Maret 2018

Belajar Sejarah Singosari

Pemberontakan Jayakatwang ke Singhasari  (1292)

Jayakatwang adalah bupati Gelanggelang (kini Madiun) yang pada tahun 1292 memberontak dan meruntuhkan Kerajaan Singhasari. Ia kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri, namun hanya bertahan sampai tahun 1293.


Silsilah Jayakatwang
    Jayakatwang juga sering kali disebut dengan nama Jayakatong, Aji Katong, atau Jayakatyeng. Dalam berita Cina ia disebut Ha-ji-ka-tang.
    Nagarakretagama dan Kidung Harsawijaya menyebutkan Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri. Dikisahkan pada tahun 1222 Ken Arok mengalahkan Kertajaya. Sejak itu Kadiri menjadi bawahan Singhasari di mana sebagai bupatinya adalah Jayasabha putra Kertajaya. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.
    Mungkin Sastrajaya menikah dengan saudara perempuan Wisnuwardhana, karena dalam prasasti Mula Malurung Jayakatwang disebut sebagai keponakan Seminingrat (nama lain Wisnuwardhana). Prasasti itu juga menyebutkan nama istri Jayakatwang adalah Turukbali putri Seminingrat. Dari prasasti Kudadu diketahui Jayakatwang memiliki putra bernama Ardharaja, yang menjadi menantu Kertanagara.

Jadi, hubungan antara Jayakatwang dengan Kertanagara adalah sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan. Tentunya ini mengingatkan kita pada perang saudara dalam kisah Mahabharata

Negeri yang Dipimpin Jayakatwang
      Nagarakretagama, Pararaton, Kidung Harsawijaya, dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Jayakatwang adalah raja bawahan di Kadiri yang memberontak terhadap Kertanagara di Singhasari. Naskah prasasti Kudadu dan prasasti Penanggungan menyebut Jayakatwang pada saat memberontak masih menjabat sebagai bupati Gelang-Gelang . Setelah Singhasari runtuh, baru kemudian ia menjadi raja di Kadiri.
      Sempat muncul pendapat bahwa Gelang-Gelang merupakan nama lain dari Kadiri. Namun gagasan tersebut digugurkan oleh naskah prasasti Mula Malurung (1255). Dalam prasasti itu dinyatakan dengan tegas kalau Gelang-Gelang dan Kadiri adalah dua wilayah yang berbeda. Prasasti itu menyebutkan kalau saat itu Kadiri diperintah Kertanagara sebagai yuwaraja (raja muda), sedangkan Gelang-Gelang diperintah oleh Turukbali dan Jayakatwang.
Lagi pula lokasi Kadiri berada di daerah Kediri, sedangkan Gelang-Gelang ada di daerah Madiun. Kedua kota tersebut terpaut jarak puluhan kilometer.

Pemberontakan Jayakatwang
       Pararaton dan Kidung Harsawijaya menceritakan Jayakatwang menyimpan dendam karena leluhurnya (Kertajaya) dikalahkan Ken Arok pendiri Singhasari. Suatu hari ia menerima kedatangan Wirondaya putra Aria Wiraraja yang menyampaikan surat dari ayahnya, berisi anjuran supaya Jayakatwang segera memberontak karena saat itu Singhasari sedang dalam keadaan kosong, ditinggal sebagian besar pasukannya ke luar Jawa. Adapun Aria Wiraraja adalah mantan pejabat Singhasari yang dimutasi ke Sumenep karena dianggap sebagai penentang politik Kertanagara.
       Jayakatwang melaksanakan saran Aria Wiraraja. Ia mengirim pasukan kecil yang dipimpin Jaran Guyang menyerbu Singhasari dari utara. Mendengar hal itu, Kertanagara segera mengirim pasukan untuk menghadapi yang dipimpin oleh menantunya, bernama Raden Wijaya. Pasukan Jaran Guyang berhasil dikalahkan. Namun sesungguhnya pasukan kecil ini hanya bersifat pancingan supaya pertahanan kota Singhasari kosong.
       Pasukan kedua Jayakatwang menyerang Singhasari dari arah selatan dipimpin oleh Patih Mahisa Mundarang. Dalam serangan tak terduga ini, Kertanagara tewas di dalam istananya.
Menurut prasasti Kudadu, Ardharaja putra Jayakatwang yang tinggal di Singhasari bersama istrinya, ikut serta dalam pasukan Raden Wijaya. Tentu saja ia berada dlam posisi sulit karena harus menghadapi pasukan ayahnya sendiri. Ketika mengetahui kekalahan Singhasari, Ardaraja berbalik meninggalkan Raden Wijaya dan memilih bergabung dengan pasukan Gelang-Gelang.
Kekalahan Jayakatwang
     Peristiwa kehancuran Singhasari terjadi tahun 1292. Jayakatwang lalu menjadi raja, dengan Kadiri sebagai pusat pemerintahannya. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi Hutan Tarik untuk dibuka menjadi kawasan wisata perburuan.
      Sesungguhnya Aria Wiraraja telah berbalik melawan Jayakatwang. Saat itu ia ganti membantu Raden Wijaya untuk merebut kembali takhta peninggalan mertuanya. Pada tahun 1293 pasukan Mongol datang untuk menghukum Kertanagara yang telah berani menyakiti utusan Kubilai Khan tahun 1289. Pasukan Mongol tersebut diterima Raden Wijaya di desanya yang bernama Majapahit. Raden Wijaya yang mengaku sebagai ahli waris Kertanagara bersedia menyerahkan diri kepada Kubilai Khan asalkan terlebih dahulu dibantu mengalahkan Jayakatwang.

        Berita Cina menyebutkan perang terjadi pada tanggal 20 Maret 1293. Gabungan pasukan Mongol dan Majapahit menggempur kota Kadiri sejak pagi hari. Sekitar 5000 orang Kadiri tewas menjadi korban. Akhirnya pada sore harinya, Jayakatwang menyerah dan ditawan di atas kapal Mongol.

       Dikisahkan kemudian pasukan Mongol ganti diserang balik oleh pihak Majapahit untuk diusir keluar dari tanah Jawa. Sebelum meninggalkan Jawa, pihak Mongol sempat menghukum mati Jayakatwang dan Ardharaja di atas kapal mereka.

        Menurut kitab Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama, Jayakatwang yang telah menyerah lalu ditawan di benteng pertahanan Mongol di Hujung Galuh. Menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya, ia meninggal di dalam tahanan penjara Hujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul Kidung Wukir Polaman.

    Referensi    
    Wikipedia
    Kerajaan Nusantara.com
    Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara.
    Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan(terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS.
    Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.